Apa yang dilakukan Rini Soemarno terhadap empat anak dan 14 cucunya, bisa jadi contoh bagi perempuan Indonesia, dalam menerapkan kesadaran gender di tengah keluarga.
Betapa tidak, perempuan kelahiran Tanjung Selor, 14 Desember 1938 ini tak pernah menuntut anak cucunya supaya menekuni suatu bidang keilmuan atau pekerjaan tertentu. Sehingga rumah bisa menjadi tempat yang nyaman bagi anak.
Bagi Rini, kunci sukses mendidik keluarga justru dengan tidak membebankan mereka dengan keinginan-keinginan orang tua. Perlakuan itu harus diterapkan sama rata, baik kepada anak laki-laki, maupun anak perempuan.
“Aku biarin mereka berkreasi. Gak pernah aku larang-larang. Ngalir aja,” ungkap Rini saat ditemui di rumahnya di Cipete, Jakarta Selatan.
Metode mendidik yang dianut oleh Rini sekarang bukan hal baru baginya. Sejak dulu, kedua orang tuanya tak pernah menganggap perempuan sebagai prioritas nomor dua di keluarga.
“(Malah) ibu berpesan, ketika masih kecil-kecil, pokoknya yang diprioritasin sekolah itu ya kami perempuan bertiga. Kalau laki kan bisa cari di mana aja. Perempuan yang harus banyak bangkit,” kata Rini.
Walhasil, cara Rini mendidik berdampak positif terhadap keluarganya. Empat cucu perempuan Rini, yaitu Sheryl Sheinafia, Sashi Gandarum, Chintana, dan Arnell sukses berkarya dalam musik.
Selain prinsip yang diwarisi dari orang tua, Rini ternyata punya alasan khusus mengapa menurutnya perempuan harus tumbuh sebagai pribadi yang mandiri.
Yaitu, ketika Rini masih duduk di bangku SMP, ayahnya pernah dipinjami uang oleh salah satu keluarga. Rini kecil sontak mengalami bayang-bayang ketakutan, tentang kehidupan dia di masa dewasa kelak.
“Saya kayak orang ketakutan, nanti bisa hidup gak sih? Itu SMP kelas 3. Makanya saya pikir lulus SMP harus lulus SMA. SMA lulus, harus lulus kuliah. Begitu perguruan tinggi ketemu jodoh, harus yang ngebolehin kerja,” ujar penyuka Coca Cola ini.